dibaca

Jumat, 10 Februari 2012

Trafo RSUD Terpasang Pekan Depan

PASANGKAYU — Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Matra, Samhari, menjelaskan, alokasi anggaran untuk PLN sudah dianggarkan pada APBD Perubahan 2011 sebesar Rp 215 juta. Namun baru pekan depan dilakukan pemasangan trafo oleh PLN.

Soal tenaga honorer di RSUD Matra, dijelaskan, bahwa hingga 2012 sudah mencapai sekitar 40 orang. Tapi yang bisa diakomodir berdasarkan Daftar Prioritas Anggaran (DPA) RSUD hanya sekitar 20 orang.
Gaji mereka berkisar antara Rp 350 ribu hingga Rp 500 ribu. “Kendati demikian yang lain tetap terakomodir dengan pertimbangan masa kerja dan daftar kehadiran,” ungkap Hamsari saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Matra, Rabu 25 Januari.

Hamsari juga menjelaskan USG seharga sekitar Rp 1,4 miliar yang hilang sekitar juli 2011 lalu. Hamsari mengaku telah melaporkan hal tersebut ke Polres Matra sekitar September 2011 lalu.

RDP diikuti sejumlah anggota DPRD Andi Enong, Saverius Sape, I putu Suardana dan Widiyawati Samad. RDP menghadirkan Direktur RSUD Matra dan Erwin Haryandi Bustam, S.Sos dari Perwakilan Front Perjuangan Masyarakat Peduli Matra.

Terpisah, Ketua DPC Laskar Anti Korupsi (LAKi) Matra, Musliadi, berharap kasus hilangnya alkes di RSUD Matra yang bernilai miliaran terus ditindaklanjuti hingga ke proses hukum. Kasus ini sudah nyata merugikan keuangan Negara.

Ia juga mengatakan, kasus ini sudah disampaikan ke Bupati dan Wakil Bupati Matra melalui surat nomor
009-PAN/DPC-LAKI/I/2012. Bahkan ia juga sudah melayangkan surat ke DPP LAKI Pusat dengan nomor 007-PAN/DPP-LAKI/I/2011 tertanggal 17 Januari 2011. “Kami sudah laporkan ke Polres Matra, Bupati dan wakil Bupati
Matra serta stakeholder terkait,” ungkapnya.

Hasil RDP tersebut menyimpulkan bahwa, Direktur RSUD Matra akan kembali melaporkan kasus hilangnya Alkes USG RSUD Matra ke Polres Matra sebagai tindak lanjut dari tuntutan warga. Pelaporan itu rencananya didampingi anggota DPRD Matra seperti H Andi Enong dan Saverius Sape. (Radar Sulbar)

Gaji PTT Rsud Matra Minta Dinaikkan

Mamuju- Gaji tenaga medis yang berstatus pegawai tidak tetap (PTT) di RSUD Kabupaten Mamuju Utara (Matra) Provinsi Sulawesi Barat minta dinaikkan.

"

Ia mengatakan, gaji tenaga medis PTT di Matra hanya sekitar Rp500 ribu per bulan, sementara gaji PTT di Pemkab Matra lebih tinggi sekitar Rp800 ribu per bulan.

Sehingga ia mengatakan, kondisi tersebut tidak sebanding karena dilihat dari tugas dan fungsi tenaga medis justru paling banyak melaksanakan tugas melayani masyarakat yakni pasien sakit yang membutuhkan.

"Ini tidak adil kenapa justru tenaga medis yang tugasnya sangat berat dan penting justru gajinya rendah, sementara PTT Pemkab justru lebih tinggi, makanya kami protes kebijakan Pemkab ini,"katanya.


Menurut dia, kalau kondisinya seperti itu dapat membuat PTT tidak bekerja maksimal melakukan pelayanan terhadap pasien dan akan berpengaruh terhadap tingkat pelayanan masyarakat.

Oleh karenanya ia mendesak, Pemkab Matra mengubah kebijakan dan menaikkan gaji PTT tenaga medis, agar seimbang dengan gaji PTT Pemkab Matra.

"Harus seimbang antara gaji PTT di dan Pemkab Matra, agar para PTT masing-masing dapat bekerja maksimal melaksanakan tugasnya melayani masyarakat,"katanya.

Ia mengatakan, para PTT RSUD Matra merasa mendapat perlakuan tidak adil dari Pemkab Matra dan apabila gaji PTT RSUD Matra tidak dinaikkan maka pemuda dan mahasiswa di Matra akan mendemo Pemkab Matra.

"Kami LSM, pemuda, dan mahasiswa akan demo kalau tuntutan PTT di RSUD Matra yang minta gajinya dinaikkan tidak diberikan perhatian pemerintah, demi maksimalnya pelayanan kesehatan di Matra,"katanya(ant)

Perkebunan Kelapa Sawit Rugikan Petani Matra

MAMUJU: Wakil Bupati Mamuju Utara (Matra) Provinsi Sulawesi Barat, Muh Saal menyatakan keberadaan perkebunan kelapa sawit merugikan petani.
“Kami menilai keberadaan PT Astra Agro Lestari Tbk (PT AAL) sebagai perusahaan perkebunan sawit terbesar di Matra lebih banyak merugikan petani, akibat sistem pembelian hasil tandan buah segar (TBS) hanya memprioritaskan petani kebun inti,” kata Saal di Mamuju, hari ini.
Menurut dia, perlakuan PT AAL dinilai tidak “fair” dan cenderung pilih kasih dalam melakukan pembelian TBS, dan keadaan ini harus disikapi secara bijaksana karena berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi petani.
“Pihak perusahaan hanya mementingkan keuntungan tanpa melihat bagaimana nasib petani plasma yang terus rugi karena TBS mereka tidak ditampung perusahaan sawit,” jelasnya.
Apalagi, kata Wabup, hasil panen TBS ini tak bisa disimpan dalam waktu yang lama sehingga perusahaan harusnya melakukan pembelian sesuai dengan aturan yang ada.
“Kami sesalkan karena perusahaan membedakan antara petani plasma dan inti. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena yang menjadi korban adalah petani itu sendiri,” ujarnya.
Dia menguraikan, sikap pilih kasih yang dilakukan perusahaan dalam pembelian TBS akibat pabrik mereka terbatas menampung panen TBS kelapa sawit.
Selain itu, pemerintah juga mempertanyakan kontribusi perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Matra selama ini yang hanya mencapai Rp800 juta per tahun.
“Produksi CPO kelapa sawit di Matra 500.000 ton per tahun dengan tingkat kontribusi yang diberikan melalui sumbangan pihak ketiga hanya sebesar Rp800 juta per tahun,” ujarnya.
Kontribusi itu sangat kecil bila dibandingkan jumlah pendapatan yang diperoleh maupun areal lahan yang dikuasai perusahaan.
Menurut Wabup, Matra terkenal sebagai penghasil utama sawit di Sulbar, namun ternyata masih banyak pengangguran dan masyarakat miskin akibat tidak adanya pemerataan peningkatan ekonomi dari kontribusi perusahaan sawit.
Ketua LSM Yayasan Tunggal Matra, Erwin Haryadi juga menyoroti bahwa keberadaan perusahaan perkebunan kelapa di Matra diduga kuat menjadi pemicu utama terjadinya musibah banjir yang menyebabkan lahan pertanian gagal panen setiap tahun.
“Setiap tahun, bahkan terkadang tiga kali dalam setahun masyarakat rugi akibat banjir yang kerap menenggelamkan ribuan hektare lahan pertanian masyarakat lokal,” ujarnya.
Menurut dia, petani tanaman pangan di Matra sulit berkembang karena nyaris tidak ada produksi dari hasil garapan akibat musibah banjir yang kerap melanda wilayah itu.
Hariyadi mengatakan, kebijaksanaan pembukaan lahan sawit harus dikaji mendalam agar kehadiran lahan perkebunan milik perusahaan tidak lagi menjadi pemicu terjadinya bencana(ant)

Pengembangan Wisata Bahari Palapi

Lembaga Swadaya masyrakat Yayasan Tunggal Matra, akan mengembangkan Wisata bahari dipesisir Pantai Desa Karya Bersama Kecamatan Pasangkayu Kab. Mamuju Utara.
Potensi dikembangkannya wisata bahari diwilayah ini sangat menunjang, karna panorama alam yang masih alami dan memukau namum belum dikelola dengan baik.

Objek wisata didaerah Kabupaten Mamuju Utara memang masih tergolong minim,  bahkan banyak yang sudah dibuat oleh pemerintah daerah namun tidak dikelola secara maksimal karna tidak melibatkan peran serta masyarakat didalamnya sehingga hasilnya bukan mendatangkan PAD bagi daerah.

Perogram ini kami akan kerjasamakan dengan Masyarakat secara swadaya, sehingga pengelolaan dan perawatan dapat berkelanjutan dan kepala desa karya Bersama Zaenal Abidin, menjamin perogram didesanya Wisata Bahari Palapi aan berhasil dan menjadi contoh di Mamuju Utara