dibaca

Jumat, 10 Februari 2012

Perkebunan Kelapa Sawit Rugikan Petani Matra

MAMUJU: Wakil Bupati Mamuju Utara (Matra) Provinsi Sulawesi Barat, Muh Saal menyatakan keberadaan perkebunan kelapa sawit merugikan petani.
“Kami menilai keberadaan PT Astra Agro Lestari Tbk (PT AAL) sebagai perusahaan perkebunan sawit terbesar di Matra lebih banyak merugikan petani, akibat sistem pembelian hasil tandan buah segar (TBS) hanya memprioritaskan petani kebun inti,” kata Saal di Mamuju, hari ini.
Menurut dia, perlakuan PT AAL dinilai tidak “fair” dan cenderung pilih kasih dalam melakukan pembelian TBS, dan keadaan ini harus disikapi secara bijaksana karena berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi petani.
“Pihak perusahaan hanya mementingkan keuntungan tanpa melihat bagaimana nasib petani plasma yang terus rugi karena TBS mereka tidak ditampung perusahaan sawit,” jelasnya.
Apalagi, kata Wabup, hasil panen TBS ini tak bisa disimpan dalam waktu yang lama sehingga perusahaan harusnya melakukan pembelian sesuai dengan aturan yang ada.
“Kami sesalkan karena perusahaan membedakan antara petani plasma dan inti. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena yang menjadi korban adalah petani itu sendiri,” ujarnya.
Dia menguraikan, sikap pilih kasih yang dilakukan perusahaan dalam pembelian TBS akibat pabrik mereka terbatas menampung panen TBS kelapa sawit.
Selain itu, pemerintah juga mempertanyakan kontribusi perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Matra selama ini yang hanya mencapai Rp800 juta per tahun.
“Produksi CPO kelapa sawit di Matra 500.000 ton per tahun dengan tingkat kontribusi yang diberikan melalui sumbangan pihak ketiga hanya sebesar Rp800 juta per tahun,” ujarnya.
Kontribusi itu sangat kecil bila dibandingkan jumlah pendapatan yang diperoleh maupun areal lahan yang dikuasai perusahaan.
Menurut Wabup, Matra terkenal sebagai penghasil utama sawit di Sulbar, namun ternyata masih banyak pengangguran dan masyarakat miskin akibat tidak adanya pemerataan peningkatan ekonomi dari kontribusi perusahaan sawit.
Ketua LSM Yayasan Tunggal Matra, Erwin Haryadi juga menyoroti bahwa keberadaan perusahaan perkebunan kelapa di Matra diduga kuat menjadi pemicu utama terjadinya musibah banjir yang menyebabkan lahan pertanian gagal panen setiap tahun.
“Setiap tahun, bahkan terkadang tiga kali dalam setahun masyarakat rugi akibat banjir yang kerap menenggelamkan ribuan hektare lahan pertanian masyarakat lokal,” ujarnya.
Menurut dia, petani tanaman pangan di Matra sulit berkembang karena nyaris tidak ada produksi dari hasil garapan akibat musibah banjir yang kerap melanda wilayah itu.
Hariyadi mengatakan, kebijaksanaan pembukaan lahan sawit harus dikaji mendalam agar kehadiran lahan perkebunan milik perusahaan tidak lagi menjadi pemicu terjadinya bencana(ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar